Kamis, 25/04/2024 10:35 WIB WIB

Leonardus Benyamin Moerdani

Leonardus Benyamin Moerdani Leonardus Benyamin Moerdani


Lider - Jakarta :  

Orang mengenalnya dengan L.B.Moerdani atau Benny saja.

Sosok yang disegani, ditakuti dan sekaligus dikagumi. Tanpa senyum ia menampakkan diri di depan publik sebagai figur militer tak kenal kompromi. Sorotan matanya yang tajam menggambarkan Ketepatan dan kecepatan mengambil keputusan. Umum mengakui, Benny adalah sebuah legenda.

Betapa tidak? Sebagai tentara dengan sumpah setia sampai mati pada Negara Kesatuan Republik Indonesia ia adalah sosok menakutkan di balik penumpasan PRRI/Permesta—gerakan separatis tahun 1958. Ia ikon pembebasan Irian Barat,1962, dan intelijen kunci Operasi Ganjang Malaysia tahun 1965. Tidak ada palagan yang tidak didatangi Benny. Seluruh hidupnya diabdikan bagi Negara, meski intrik Politik kerap mengesankan Benny sebagai figur kontroversial sarat ambisi. Lepas dari itu, ia adalah tokoh yangdikagumi di Pasukan Elit yang berevolusi dari KKAD, RPKAD, Puspassus AD, Kopassandha hingga Kopassus pada saat ini.

Nama Benny semakin luas terdengar di mana-mana, bahkan di luar negeri, selepas Peristiwa Woyla, operasi pembebasan sandera oleh prajurit Kopassus—waktu itu bernama Kopassandha--dari Pembajakan pesawat yang dilakukan oleh Komando Jihad. Operasinya dipimpinlangsung Benny.

“The show is mine,” ia menulis pesan singkat diatas kertas yang dikirimkan ke YogaSugama, Kepala BAKIN saat itu, yang berada di pusat pe­ngendalian krisis, 400 meter dari pesawat DC-10 yang dibajak. Meksi anak buahnya menghendaki agar ia tidak ikut dalam penyergapan teroris di pesawat, Benny bersikeras. Julis Pour dalam bukunya Benny: Tragedi Seorang Loyalis menulis Benny tetap pada doktrin pribadinya bahwa seorang pemimpin harus bersama anak buahnya.

”Walaupun saya ikut tertembak, tetapi itu bisa membuktikan bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah menyerah dalam menghadapi tuntutan pembajak,” Pour mengutip langsung Benny. Kisah pembebasan sandera melambungkan nama Kopassandha dan disejajarkan dengan operasi sukses yang dilakukan negara maju seperti Israel dan Jerman. Peristiwa lain. Jaket Benny yang dijadikan sasaran lempar pisau oleh tentara Belanda, sebuah ceritera dibalik Operasi Pembebasan Irian Barat (Operasi Mandala 1963) karena sulitnya mendeteksi keberadaan Benny (sebagaimana dikisahkan dalam buku Kopassus Untuk Indonesia—Profesionalisme Prajurit Kopassus— yang digagas Danjen Kopassus Mayjen TNI MohamdHassan) memperlihatkan sisi lain Benny yang misterius.

Bahkan kepada istrinya Benny tidak pernah memberitahu apa yang akan dikerjakan dan kemana ia pergi. Julius Pourmenulis, Benny sudah ‘menghilang’ beberapa pekan ketika anak semata wayang mereka lahir dan terpaksa istrinya Hartini meminta Soekarno untuk memberi nama anak itu. Tiba-tiba saja ia muncul di kegelapan malam dihadapan istrinya, mengambil bayi mereka dan menciumnya.

Holly ghost! Bertempur Sejak Usia 13 Tahun Bila masih hidup, Benny kini berusia 90 tahun. Namun bagi TNI, laki-laki kelahiran Cepu, 2 Oktober 1932 dan meninggal dunia pada 29 Agustus 2004, tetap menjadi sosok yang dihormati karena kontribusi Benny atas modernisasi militer Indonesia. Pemikiran Benny yang maju dan visoner tidak terlepas dari edukasi di keluarganya. Orangtua Benny (ayahnya bernama R.G. Moerdani Sosrodirdjo, seorang pegawai jawatan kereta api; ibunya berdarah Indo-Jerman bernama Rochmaria Jeane) menginternalisasi nilai-nilai (values) yang kelak mempengaruhinya. Karir awal Benny di ketentaraan dimulai ke tika di usia 13 tahun ia masuk Peleton I Seksi III Kompi II Detasemen II Brigade 17, Tentara Republik Indonesia Pelajar/TRIP. Di Solo, ia ikut ketika tentara Indonesia menyerang markas

Kempetai di Solo, buntut dari Kempetai menolak untuk menyerah kepada pasukan Indonesia. Di usia 18 tahun, di tahun 1950, Benny menjadi salah satu prajurit dari 80 prajurit lainnya yang lolos uji ke P3AD (Pusat Pendidikan Perwira AD). Ia lulus dari P3AD di April 1952. Pada perkembangannya, 30 perwira alumnus P3AD (termasuk Benny) melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Infanteri (SPI). Di SPI, Benny menyelesaikan pendidikan milternya di Mei 1952. Di fase berikutnya, dengan pangkat Pembantu Letnan Satu, Benny menjadi pelatih di kesatuan bonafid KKAD (Korps Komando AD; kelak menjadi RPKAD; kini bernama Kopassus). Prestasi Benny mengantarkannya ke jenjang Komandan Kompi RPKAD dan di masa itu, Benny mulai terlibat di sejumlah operasi militer memerangi DI/TII, PRRI, dan Permesta. Atasan Benny menaruh impresi atas kontribusinya. Tahun 1960 menjadi episode penting dalam karirnya di tentara Indonesia. Ia dikirim ke Fort Benning, AS, untuk mengikuti pendidikan pasukan komando. Di Sekolah Infanteri AD tersebut ia berkesempatan berlatih dengan 101st Airborne Division.

Masa-masa Sibuk Sekembali dari tugas belajar, rentang 1960-an adalah masa sibuk bagi Benny. Pada 1961, ia melatih pasukan terjun payung dalam rangka operasi pembebasan Irian Jaya. Di tahun 1962, perwira yang kelak mendapat julukan ‘unsmiling general’ ini berperang melawan Angkatan Laut Tentara

Belanda di Irian Jaya, sebuah peristiwa yang menarik perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di tahun 1964, Benny dikirim ke Kalimantan untuk perang gerilya melawan tentara Malaysia dan Inggris. Namun ia tak lama dalam tugas di Kalimantan. Pada Juni 1964, ia kembali ke Jakarta, dihadapkan dua pilihan: melanjutkan karir di teritorial tentara Indonesia atau sebagai atase militer. Akhirnya Benny memilih sebagai atase militer di Kedubes RI di Beijing. Menurut buku yang ditulis Julius Pour, di tahun 1964, terjadi peristiwa di mana Benny menjadi episentrum ketegangan.

Pada akhir 1964, sebuah pertemuan perwira RPKAD diadakan dan Moerdani diundang bersama. Topik dari pertemuan ini adalah untuk membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD namun Moerdani keberatan.

Berita keberatan Moerdani sampai ke Yani, yang telah menjadi Panglima Angkatan Darat. Yani Memanggil Moerdani dan menuduhnya melakukan pembangkangan. Pertemuan diakhiri dengan Yani memerintahkan Moerdani untuk berpindah dari RPKAD ke Kostrad. Moerdani menyerahkan komando batalyon RPKAD pada tanggal 6 Januari 1965.

Presiden Soeharto melantik Jenderal Benny Moerdani sebagai Panglima ABRI Langkah Moerdani dari RPKAD ke Kostrad adalah hal yang mendadak  dan belum ada posisi yang disiapkan untuknya.

 

Posisi pertamanya adalah sebagai seorang perwira Operasi dan Biro Pelatihan. Posisinya berubah ketika Letnan Kolonel Ali Moertopo mengetahui bahwa ia adalah bagian dari Kostrad. Setelah berkenalan Dengan Moerdani selama operasi di Irian Barat, Ali mengakui potensi Moerdani dan ingin lebih Mengembangkan hal itu. Kebetulan, Ali pada saat itu adalah Asisten Intelijen Komando Tempur 1, salah satu unit Kostrad yang ditempatkan di Sumatra dalam persiapan untuk menginvasi Malaysia. Ali merekrut Moerdani menjadi Wakil Asisten Intelijen dan memberinya pengalaman pertama kerja intelijen. Intelijen kemudian menjadi bagian melekat bagi seorang Benny. Selain menjadi Wakil Asis

ten Intelijen, masih menurut Pour, Moerdani juga menjadi bagian dari tim intelijen Operasi Khusus

(Opsus). Tugasnya adalah untuk mengumpulkan informasi intelijen di Malaysia dari Bangkok dengan menyamar sebagai penjual tiket Garuda Indonesia. Teguh, Tanpa Kompromi Karir Benny di dunia diplomatik cukup memadai. Selain menjadi atase di Beijing, Benny pernah berugas di KBRI Malaysia dan Korea Selatan. Karier diplomatik Moerdani berakhir tiba-tiba ketika terjadi Peristiwa Malari di Jakarta pada bulan Januari 1974 dan dalam waktu seminggu setelah peristiwa itu, Moerdani telah kembali ke Jakarta. Presiden Soeharto segera memberinya posisi yang membuatnya memiliki banyak kekuasaan.

Moerdani menjadi Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), dan Wakil Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Moerdani segera mengambil langkah untuk membenahi ABRI, pemotongan anggaran, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan profesionalisme tentara.

Terkait struktur komando, pertama Moerdani menghilangkan Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan), struktur komando yang telah ada sejak 1969. Ia kemudian mengubah sistem komando daerah untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Komando Daerah Militer (Kodam) dikurangi dari 16 menjadi 10, 8 Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral) dirampingkan menjadi 2 Komando Armada, dan 8 Komando Daerah Angkatan Udara (Kodau) sama-sama dirampingkan menjadi 2 Komando Operasi.

Salah satu ‘warisan’ Benny yang masih eksis sampai kini adalah sekolah kebangsaan SMA Taruna Nusantara di Lembah Tidar, berdekatan dengan Akadami Militer di Magelang, Jawa Tengah. Sekolah yang memberi nilai perjuangan dan kebangsaan.

“Sekolah berlatar Katolik dan Islam sudah banyak. Saya mau sekolah kebangsaan,” tutur matan Wakil Presiden Try Sutrisno menirukan ucapan Benny waktu itu, ketika ia berpangkat KASAD dan Benny Panglima ABRI. Dalam fase tertentu, Benny dekat secara personal dengan Soeharto, namun di fase lain, menjadi jauh dan cenderung disingkirkan pada akhirnya. Benny tercatat pernah menduduki jabatan strategis, bahkan hingga Panglima ABRI. Moerdani mencapai puncak karier militernya ketika Soeharto menunjuknya sebagai Panglima ABRI di bulan Maret 1983 dan mempromosikan dirinya menjadi Jenderal.

Moerdani mencapai posisi ini dengan sedikit agak berbeda karena ia tidak pernah memerintah di unit yang lebih besar dari batalyon dan tidak menjabat sebagai Panglima Daerah Militer (Kodam) dan Kepala Staf Angkatan Darat. Selain sebagai pemimpin ABRI, Moerdani juga ditunjuk menjadi Pangkopkamtib, dan mempertahankan posisinya di Pusintelstrat, yang berganti nama menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS). Benny dikenal sebagai tentara yang berpendirian teguh. Untuk urusan bangsa, ia tidak berkompromi dengan pengganggu, dari unsur apapun, termasuk yang bernuansa agama, juga pihak yang meresahkan masyarakat. Fakta belum terungkap tentang Benny ditu-lis majalah Tempo bekerjasama dengan Kepus takaan Populer Gramedia. Berbagai kisah pilu menemani hari senjanya yang sunyi. Dimulai dari dari tudingan anti Islam, kontroversi Petrus (Penembak Misterius) dan Matius (Mayat Misterius), tudingan kudeta yang tidak terbukti dan disingkirkan Soeharto, lepas dari kesetiaannya yang bagai tak berbatas. Sekali lagi, Pour menulis tentang Benny dengan mantap: “Dalam benak Benny, mungkin hanya sedikit saja ruang abu-abu, karena yang ada pada dirinya hanyalah hitam atau putih. Dengan sikap partisan semacam itu, maka sosoknya lantas tampil beda dengan yang ada di sekitarnya. Justru hanya Benny yang kemudian masih bisa bertindak sigap, berikut keberanian mem-pertanggung jawabkan semua keputusannya. Sebab pada kenyataannya, langkah yang selalu dia ambil sama sekali bukan untuk kepentingan diri pribadi, melainkan demi bangsa dan tanah airnya, Indonesia. Dalam Benny Moerdani—Yang Belum Terungkap—, Lentan Jenderal Marinir Purnawirawan Nono Sampono, mantan ajudan Benny, berkisah ‘tiap bersumpah jabatan, Benny emoh menegakkan dua jari, tapi lima, hingga ada yang menanyakan agama apa bos itu? Ia menjawab, “Pancasila”.

 

Topik : Leonardus Benyamin Moerdani

Artikel Terkait
Terpopuler