Sabtu, 20/04/2024 03:07 WIB WIB

Perancis Larang Gadis Dibawah Tahun Pakai Jilbab

Perancis Larang Gadis Dibawah Tahun Pakai Jilbab Foto : Getty Images


Usulan Senat Prancis untuk melarang gadis di bawah 18 tahun mengenakan jilbab di depan umum menuai kecaman, dengan tagar #HandsOffMyHijab beredar luas di media sosial.

Jilbab telah menjadi subjek perdebatan selama puluhan tahun di Prancis.

Langkah Senat Prancis merupakan bagian dari RUU "anti-separatisme" yang diklaim bertujuan untuk mendukung sistem sekuler negara, tetapi para kritikus mengecam, dengan alasan RUU itu menargetkan populasi Muslim minoritas.

Saat membahas RUU ini pada 30 Maret, para senator menyetujui amandemen RUU yang menyerukan "larangan di ruang publik dari setiap simbol keagamaan yang mencolok oleh anak di bawah umur dan pakaian atau baju yang akan menandakan inferioritas perempuan atas laki-laki”.

Larangan tersebut belum menjadi undang-undang. Majelis Nasional Prancis diharuskan untuk menandatangani perubahan tersebut sebelum dapat diberlakukan. Tapi reaksi terhadap amandemen itu mengalir cepat, dengan beberapa menyebutkan RUU itu sebagai "UU menentang Islam".

“Usia untuk menyetujui seks di Prancis: 15. Usia untuk menyetujui hijab: 18. Biarkan hal itu tenggelam. Ini bukanlah undang-undang yang melarang hijab. Itu adalah hukum yang menentang Islam. #Handsoffmyhijab #FranceHijabBan,” tulis salah satu pengguna Twitter, dikutip dari Al Jazeera, Senin (12/4).

“Saya pikir kita sudah membahas ini. Memaksa seorang perempuan memakai jilbab itu salah. Sama seperti memaksanya untuk melepas itu salah. Itu pilihan DIA,” kata Najwa Zebian, seorang penulis Muslim keturunan Lebanon.

Respons tokoh Muslim ternama

Masalah tersebut juga menarik perhatian beberapa tokoh terkenal.

Di Instagram, atlet Olimpiade Ibtihaj Muhammad membagikan unggahan yang menyebut amandemen Senat mengindikasikan "Islamofobia semakin dalam di Prancis".

“Inilah yang terjadi ketika Anda menormalkan ujaran kebencian anti-Islam dan anti-Muslim, bias, diskriminasi, dan kejahatan rasial - Islamofobia tertulis dalam undang-undang,” jelasnya dalam unggahan tersebut.
Amani al-Khatahtbeh, pendiri Muslim Women`s Day dan situs web Muslim Girl, juga menyinggung kontroversi tersebut.

“Tidak ada pemerintah yang harus mengatur bagaimana seorang perempuan bisa berpakaian, apakah akan tetap memakai atau melepasnya,” cuitnya, merujuk pada jilbab.

Model kelahiran Somalia, Rawdah Mohamed, mengatakan langkah Senat Prancis telah menempatkannya di "sisi kesetaraan yang salah".

“Larangan hijab adalah retorika kebencian yang datang dari tingkat pemerintahan tertinggi dan akan turun sebagai kegagalan besar dari nilai-nilai agama dan kesetaraan,” jelasnya dalam unggahannya di Instagram.

 

Topik : perancis , larangan jilbab , diskriminasi , muslim minoritas

Artikel Terkait
Terpopuler